COACHING CLINIC PATROLI SMART LINGKUP BALAI KSDA BALI TAHUN 2025
Buleleng, 3 Desember 2025 – Balai KSDA Bali menyelenggarakan kegiatan Coaching Clinic Patroli Spatial Monitoring and Reporting Tool (SMART) selama 3 hari, tanggal 1 s/d 3 Desember 2025, sebagai upaya meningkatkan kapasitas teknis petugas dalam pengelolaan kawasan konservasi yang lebih efektif, adaptif, terukur, dan berbasis data. Kegiatan dilaksanakan di Wisma Nangun Kerti, Pancasari, dengan dihadiri 50 peserta dan 6 narasumber. Peserta tersebut meliputi perwakilan dari seluruh resor (8 resor), KPHK, Seksi Konservasi Wilayah dan juga pegawai Kantor KSDA Bali.
Kegiatan ini dibuka dengan pemaparan Kepala Balai KSDA Bali, Ratna Hendratmoko, mengenai kondisi pengelolaan kawasan konservasi di Balai KSDA Bali dalam satu tahun terakhir. Dalam paparannya yang berjudul “Pengelolaan Kawasan Konservasi Sepenuh Hati”, disampaikan profill 5 (lima) unit kawasan konservasi yang dikelola oleh Balai KSDA Bali beserta permasalahan dan potensinya, pengelolaan kawasan konservasi berbasis tapak, atau pengelolaan kawasan konservasi dengan mengedepankan pendekatan humanis, strategi tantangan, dan bagaimana tetap merawat asa atau harapan. Dalam kesempatan tersebut Kepala Balai KSDA Bali mengingatkan pentingnya kehadiran di lapangan, dengan fungsi kedalam dan keluar. Fungsi kedalam adalah untuk memastikan penguasaan teritori, menyelesaikan masalah, mengembangkan potensi, serta fungsi keluar adalah untuk memastikan implementasi prinsip bertetangga yang baik dan mendapatkan dukungan masyarakat sekitar dalam pengelolaan kawasan konservasi. “Pengelolaan kawasan konservasi adalah tentang menyentuh hati orang lapangan, bukan hanya sekedar data lapangan”, ujar Moko.
Narasumber pertama, Dr. Ir. Wiratno, M.Sc., Direktur Jenderal KSDAE (periode tahun 2017 s.d 2022) menyampaikan materi berjudul “Pengelolaan Kawasan Konservasi berbasis RBM (Resort Based Management) yang adaptif”. Dalam paparannya, beliau menekankan pentingnya pendekatan pengelolaan yang tidak hanya bersifat konseptual, tetapi juga visual, aplikatif, dan berorientasi pada hasil di lapangan. Dalam kesempatan tersebut, Wiratno juga mengulang kembali pesan yang kerap beliau sampaikan tentang makna mendalam dari profesi konservasi. “Konservasi alam itu bukan hanya sekadar pekerjaan, ia adalah jalan hidup yang dipilihkan Tuhan kepada kita. Maka bersyukurlah dengan cara bekerja ikhlas, bekerja keras, dan bekerja cerdas dalam menjalaninya,” ujar Wiratno. Pesan ini kembali ditegaskan untuk mengingatkan para peserta bahwa komitmen dalam menjaga kawasan konservasi tidak hanya bersandar pada tugas formal, tetapi juga pada panggilan hati.
“Salah satu prinsip pengelolaan kawasan konservasi adalah pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan konservasi, di mana masyarakat diposisikan sebagai subjek pengelolaan, bukan sekadar penerima manfaat. Dengan menempatkan masyarakat sebagai bagian yang terlibat langsung dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi, proses pengelolaan kawasan diharapkan mampu menghasilkan kebermanfaatan bersama, baik bagi kelestarian ekosistem maupun bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan.” tegas Wiratno.
Untuk memperkuat pemahaman peserta, Wiratno menayangkan video mengenai Tangkahan berjudul “From Illegal Logging to Eco Lodging” yang menggambarkan transformasi sosial-ekologis di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Contoh tersebut menunjukkan bagaimana kolaborasi antara pengelola kawasan, masyarakat, dan para pemangku kepentingan mampu mengubah aktivitas perambahan dan pembalakan liar menjadi model ekowisata yang berkelanjutan, sehingga tekanan terhadap kawasan menurun secara signifikan. Selain menampilkan praktik terbaik, Beliau juga menekankan 10 (sepuluh) cara baru dalam mengelola kawasan konservasi yang relevan dengan tantangan pengelolaan saat ini, antara lain: masyarakat sebagai subyek pengelolaan; penghormatan terhadap HAM; kerjasama lintas eselon 1 kementerian kehutanan; kerjasama lintas kementerian atau lembaga; penghormatan nilai adat dan budaya; multilevel leadership; scientific based decision; support system; resort based management; reward and mentorship; dan learning organization.
Kesepuluh cara baru tersebut disampaikan sebagai kerangka berpikir sekaligus pedoman operasional bagi para pengelola kawasan untuk dapat bekerja lebih adaptif, responsif, dan efisien. Beliau juga menegaskan pentingnya peran kepemimpinan dalam menjalankan pengelolaan kawasan. “Arah sebuah organisasi itu pada dasarnya ditentukan oleh kualitas leadership di dalamnya,” ujar Wiratno. Pernyataan tersebut menjadi pengingat bahwa keberhasilan pengelolaan konservasi tidak hanya ditopang oleh sistem dan program, tetapi juga oleh pemimpin yang mampu memberi visi, keteladanan, keberanian, serta dorongan bagi seluruh unsur organisasi untuk bergerak dalam satu tujuan bersama.
Sesi berlanjut dengan paparan dari Narasumber Nurman Hakim, S.Hut., M.Sc. dari Direktorat Perencanaan Konservasi, memberikan materi dengan judul “Perencanaan Patroli SMART: Moral, Konsep, Strategi, dan Implementasi”. Diawali dengan napak tilas bagaimana negara mengamanatkan moral bekerja di bidang konservasi tergambar pada UUD 1945 pasal 33 ayat 3 Pasal 33 (3) yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”. Kemudian Pasal 34 yang berbunyi “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”. dalam bidang konservasi bermakna bagaimana melindungi tumbuhan dan satwa liar serta rumahnya.
“Konsep sederhana dalam mengobservasi kawasan, yaitu melihat bagaimana kondisi di lapangan, apakah berubah atau masih alami? Dari pertanyaan tersebut dapat ditindaklanjuti dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan berpegang pada prinsip pengelolaan kawasan konservasi berbasis RBM.” ujar Nurman. Konsep pengelolaan kawasan konservasi berbasis RBM adalah menguasai setiap jengkal kondisi lapangan, menyelesaikan segala permasalahan di lapangan serta menggali dan memanfaatkan potensi dari permasalahan.
Materi berikutnya dibawakan oleh Dhimas Ony Prasetyowidi, S.Kom dari Balai Taman Nasional Karimunjawa mengenai “Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Mendukung Kinerja Pengelolaan Kawasan di BKSDA Bali”. Dalam paparan tersebut disampaikan bahwa pemanfaatan media sosial akan mendorong efisiensi pemerintah dalam penyebarluasan informasi; memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah; menghadapi perkembangan zaman; dan sebagai sarana komunikasi. Adapun media sosial BKSDA Bali, belum dikelola secara optimal dalam penyampaian informasi kepada publik. Sehingga perlu dilakukan pembenahan antara lain dengan membuat daftar perencanaan konten, evaluasi dan stok konten, kolaborasi serta mempertahankan konsistensi. Beliau juga menekankan bahwa penyampaian informasi kepada publik harus dikemas secara menarik, strategis, dan mudah dipahami melalui pemanfaatan media sosial. “Pengelolaan konten bukan hanya menjadi tanggung jawab tim media sosial, tetapi merupakan peran bersama seluruh pegawai untuk memastikan pesan konservasi tersampaikan secara luas, akurat, dan berdampak”, ujar Ony.
Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan teknis mengenai penggunaan dan praktik langsung dari aplikasi SMART. Materi tersebut dipaparkan oleh Tim Direktorat Konservasi Kawasan (Dit. KK) yaitu Alfin Muhammad Alfiyasin dan Yohanes Dwi Susilo, S.Hut., M.M.B. Dijelaskan bahwa aplikasi SMART merupakan sebuah alat bantu (tool) untuk perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, standarisasi data lapangan, serta bersifat open source. Tujuan utama dari SMART antara lain: meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan; membantu pengambilan keputusan berbasis data dan bukti (evidence-based decision making); dan mengoptimalkan alokasi sumber daya (SDM, waktu, anggaran). Hingga kini, SMART telah diimplementasikan pada 53 UPT lingkup Direktorat Jenderal KSDAE—terdiri dari 35 Taman Nasional dan 18 Balai KSDA. Panduan resmi patroli SMART melalui Keputusan Direktur Jenderal KSDAE Nomor 74 Tahun 2025, menjadi acuan penyelenggaraan patroli perlindungan dan pengamanan kawasan konservasi serta penyusunan SOP sesuai tipologi masing-masing kawasan.
Pada kesempatan tersebut juga ditekankan pentingnya pemahaman regulasi, komitmen petugas, serta ketersediaan sarana dan prasarana sebagai bare minimum dalam penggunaan SMART. Tantangan yang perlu diwaspadai adalah kecenderungan menjadikan SMART sekadar aplikasi tanpa kemampuan menarasikan analisis data menjadi rekomendasi pengelolaan yang bermakna. Di akhir penyampaiannya, Yohanes Dwi Susilo menegaskan bahwa “SMART Patrol itu hanya tools yang terpenting tetap keberadaan petugas di lapangan. SMART hanya memudahkan pekerjaan kita, tetapi kualitas pengamatan, integritas, dan komitmen petugaslah yang menentukan hasil akhirnya.” ujar Jo.
Pada sesi terakhir Coaching Clinic Patroli SMART ini, dilanjutkan dengan sharing session dari Ahmat Deni Rojabsani, S.Hut., dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat Daya. Materi yang dibawakan berjudul “Praktik Implementasi Patroli SMART di Lapangan dan Faktor- Faktor Kunci Keberhasilannya”. Paparan tersebut memuat materi mengenai pengalaman berharga selama bertugas di BBKSDA Papua Barat Daya, selama 3 tahun mengelola kawasan konservasi seluas 1.717.980,74 Ha. Sebuah perjalanan penuh tantangan, tetapi juga sarat dedikasi. Kisah-kisah lapangan yang disampaikan menjadi gambaran nyata bahwa semangat para petugas tidak pernah surut, sekalipun harus menghadapi tantangan medan yang berat. Melalui pemaparan tersebut, diharapkan semangat, energi positif dan keteguhan hati petugas BBKSDA Papua Barat Daya dapat menginspirasi seluruh jajaran BKSDA Bali untuk terus memperkuat komitmen dalam menjaga kelestarian satwa dan kawasan konservasi.
Memasuki hari kedua, rangkaian kegiatan berlangsung semakin intensif dan antusiasme yang tinggi dari peserta. Adapun fokus dari kegiatan hari kedua yaitu pendalaman materi penggunaan SMART Mobile melalui praktik langsung pengambilan data lapangan. Lokasi pengambilan data berada di kawasan TWA Danau Buyan–Danau Tamblingan. Data yang terkumpul oleh peserta kemudian diolah menggunakan SMART desktop dan disajikan hasilnya melalui presentasi dari perwakilan tim. Momentum ini semakin menguatkan tujuan bersama untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas kerja pegawai dalam mengelola kawasan konservasi di wilayah BKSDA Bali.
“Kegiatan berlangsung lancar dengan respon positif dari peserta yang menunjukkan antusiasme tinggi melalui partisipasi aktif dalam diskusi, tanya jawab, dan latihan praktik. Semangat mereka dalam memahami materi dan mengembangkan kompetensi menjadikan coaching clinic berjalan interaktif dan produktif”, Ujar Raden Danang Wijayanto, selaku ketua panitia.
Setelah seluruh sesi terselesaikan, dilakukan evaluasi kegiatan Coaching Clinic Patroli SMART. Evaluasi ini menjadi tahap penting untuk mengukur sejauh mana peserta memahami materi yang telah disampaikan, sekaligus mengidentifikasi aspek-aspek yang masih perlu diperbaiki dalam pelaksanaan kegiatan berikutnya. Acara ditutup dengan penyerahan piagam penghargaan oleh Kepala Balai KSDA Bali kepada seluruh narasumber yang terlibat.
Kepala Balai KSDA Bali juga menyampaikan “Esensi Dari Pengelolaan Kawasan konservasi adalah hadir di lapangan, kuasai setiap jengkal Kawasan, kompilasi data dan informasi , selesaikan masalah dan kembangkan potensi, serta hadir sebagai tetangga yang baik bagi masyarakat sekitar.” Ujar Moko
“Sepenuh Hati Untuk Bali“
