Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.19/Menhut-II/2005 tanggal 19 Juli 2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar, penangkaran adalah upaya perbanyakan melalui pengembangbiakan dan pembesaran tumbuhan dan satwa liar dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Penangkaran tumbuhan dan satwa liar berbentuk :
Tujuan penangkaran adalah untuk :
Ruang lingkup pengaturan penangkaran tumbuhan dan satwa liar mencakup ketentuan-ketentuan mengenai kegiatan penangkaran, administrasi penangkaran dan pengendalian pemanfaatan hasil penangkaran tumbuhan dan satwa liar baik jenis yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi, kecuali jenis :
Induk satwa untuk keperluan penangkaran, dapat diperoleh dari :
Pengadaan induk penangkaran :
Induk penangkaran tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi yang berasal dari habitat alam (W) dinyatakan sebagai milik negara dan merupakan titipan negara. Induk penangkaran satwa liar generasi pertama (F1) hasil penangkaran jenis satwa liar yang dilindungi dinyatakan sebagai milik negara dan merupakan titipan negara. Spesimen induk satwa liar yang dilindungi yang berasal dari habitat alam, dan atau hasil penangkaran generasi pertama (F1) satwa liar yang dilindungi, tidak dapat diperjual belikan dan wajib diserahkan kepada negara apabila sewaktu-waktu diperlukan.
Dalam rangka menjamin kemudahan kontrol hasil penangkaran, maka setiap anakan harus dipisahkan dari induk-induknya. Pemisahan anakan dari induk harus dapat dilakukan untuk membedakan antar generasi dimana generasi pertama (F1) harus dapat dibedakan dengan generasi-generasi berikutnya. Dalam rangka menjaga kemurnian jenis satwa liar, unit penangkaran dilarang melakukan pengembangbiakan silang (hibrida) baik antar jenis maupun antar anak jenis, bagi jenis-jenis yang dilindungi yang bersasal dari habitat alam. Hal ini dikecualikan untuk mendukung pengembangan budidaya peternakan atau perikanan. Untuk menjaga keanekaragaman genetic jenis satwa, penangkaran satwa dilakukan dengan jumlah paling sedikit dua pasang atau bagi jenis-jenis satwa yang poligamous minimal dua ekor jantan. Dan dilakukan dengan menghindari penggunaan induk-induk satwa yang mempunyai hubungan kerabat atau pasangan yang berasal dari satu garis keturunan.
Pelaksana penangkaran wajib melakukan penandaan dan sertifikasi terhadap indukan maupun hasil penangkarannya. Penandaan pada hasil penangkaran merupakan pemberian tanda yang bersifat permanen pada bagian tumbuhan maupun satwa dengan menggunakan teknik tagging/banding, cap (marking), transponder, pemotongan bagian tubuh, tattoo dan label yang mempunyai kode berupa nomor, huruf atau gabungan nomor dan huruf. Penandaan bertujuan untuk membedakan antara induk dengan induk lainnya, antara induk dengan anakan dan antara anakan dengan anakan lainnya serta antara spesimen hasil penangkaran dengan spesimen dari alam. Untuk memudahkan penelusuran asal usul (tracking) spesimen tumbuhan atau satwa, penandaan dilengkapi dengan sertifikat. Bagi jenis-jenis yang karena sifat fisiknya tidak memungkinkan untuk diberitanda hanya dilakukan pemberian sertifikat. Dalam rangka perdagangan luar negeri, unit penangkaran jenis-jenis Appendix I CITES, yang dilakukan melalui kegiatan pengembangbiakan satwa di dalam lingkungan terkontrol (captive breeding) dan perbanyakan tumbuhan secara buatan dalam kondisi terkontrol (artificial propagation), wajib deregister pada sekretariat CITES. Registrasi hanya dapat diajukan oleh unit penangkaran yang telah memenuhi standar kualifikasi penangkaran. Ketentuan tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.19/Menhut-II/2005tanggal 19 Juli 2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar.