LANGKAH KOLABORATIF PENYELESAIAN BANGUNAN TERBANGUN DI TWA PENELOKAN
Denpasar, 15 Oktober 2025 – Menanggapi viralnya pemberitaan di media sosial terkait keberadaan bangunan di dalam kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Panelokan, Kintamani, Bangli, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali memberikan klarifikasi dan menyampaikan langkah penanganan atas peristiwa tersebut.
BKSDA Bali sebagai UPT dibawah Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Kehutanan, bertanggung jawab dalam pengelolaan 5 unit kawasan konservasi, seluas 6.284,36 hektar, meliputi Cagar Alam (CA) Batukau (1.773,80 hektar), Taman Wisata Alam (TWA) Danau Buyan- Tamblingan (1.847,38 hektar), TWA Sangeh (13,91 hektar), TWA Gunung Batur Bukit Payang (2.075 hektar) dan TWA Panelokan (574,27 hektar).
Kawasan konservasi yang berada di bawah pengelolaan BKSDA Bali memiliki peran strategis dalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, dilaksanakan melalui tiga pilar utama, yaitu: (1) perlindungan sistem penyangga kehidupan; (2) pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; (3) pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara lestari. Ketentuan ini telah diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024, yang menegaskan kembali pentingnya prinsip-prinsip konservasi dalam menjaga keberlanjutan fungsi ekologis kawasan konservasi. Prinsip perlindungan diwujudkan melalui upaya menjaga kawasan dari berbagai ancaman, seperti kerusakan habitat, perambahan, dan perburuan liar yang berpotensi mengganggu kelestarian flora dan fauna. Prinsip pengawetan difokuskan pada pemeliharaan keseimbangan ekosistem secara alami serta mendukung kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan sebagai dasar konservasi jangka panjang. Sementara itu, prinsip pemanfaatan diarahkan pada pemanfaatan potensi kawasan secara berkelanjutan, antara lain melalui pengembangan wisata alam, pendidikan lingkungan, dan pelibatan aktif masyarakat lokal, tanpa mengganggu fungsi ekologis kawasan. Melalui penerapan ketiga pilar konservasi tersebut, BKSDA Bali berkomitmen untuk mewujudkan pengelolaan kawasan konservasi yang seimbang, harmonis, dan bertanggung jawab antara aspek pelestarian lingkungan dan pemanfaatan berkelanjutan.
Salah satu pola pemanfaatan konservasi keanekaragaman hayati adalah pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam, melalui layanan pengunjung wisata dan pemberian ijin pengusahaan wisata alam. Pengusahaan pariwisata alam dikawasan konservasi, melalui dua skema ijin, yaitu: Perizinan Berusaha Penyediaan Jasa Wisata Alam (PB-PJWA) dan Perizinan Berusaha Pengusahaan Sarana Jasa Lingkungan Wisata Alam (PB-PSWA). Dua skema ijin ini diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan, melalui OSS. Untuk Usaha Penyediaan Jasa Wisata Alam diprioritaskan untuk masyarakat di sekitar kawasan konservasi
Penataan kawasan merupakan salah satu dasar dalam pengelolaan TWA. Penataan kawasan ke dalam blok pengelolaan ditujukan untuk menyesuaikan pola pengelolaan berdasarkan potensi sumber daya alam, kondisi aktual di lapangan serta kepentingan pengelolaan. Kegiatan tradisional masyarakat sekitar, kegiatan budaya serta keagamaan merupakan bagian tak terpisahkan dalam penataan blok pengelolaan.
Blok pengelolaan pada TWA Panelokan terdiri dari Blok Perlindungan, Blok Pemanfaatan, dan Blok Lainnya yang berupa Blok Khusus dan Blok Religi, Budaya dan Sejarah. Adapun yang dimaksud dengan Blok Perlindungan adalah bagian dari kawasan yang ditetapkan sebagai areal untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya pada kawasan selain taman nasional. Blok Pemanfaatan adalah bagian dari TWA yang ditetapkan karena letak, kondisi dan potensi alamnya yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi lingkungan lainnya. Blok Lainnya adalah blok yang ditetapkan karena adanya kepentingan khusus guna menjamin efektivitas pengelolaan kawasan konservasi. Dalam pengelolaan pariwisata pada blok pemanfaatan di TWA Panelokan dilakukan melalui pembagian menjadi ruang usaha dan ruang publik. Ruang usaha adalah bagian dari blok pemanfaatan TWA karena letak, kondisi dan potensinya dimanfaatkan untuk kepentingan pengusahaan pariwisata alam bagi usaha penyediaan sarana wisata alam. Sedangkan ruang publik adalah bagian dari blok pemanfaatan di TWA karena letak, kondisi dan potensinya dimanfaatkan untuk kepentingan pengunjung, pengelolaan dan pengusahaan pariwisata alam bagi usaha penyediaan jasa wisata alam serta sarana pendukung wisata alam.
Dalam pemberitaan yang viral, bangunan yang dimaksud berada di dalam ruang publik pada blok pemanfaatan TWA Panelokan, dibangun oleh Saudara I Ketut Oka Sari Merta, yang merupakan pemegang Perizinan Berusaha Penyediaan Jasa Wisata Alam (PB-PJWA) dengan Sertifikat Standar: 23082200271370004 yang diterbitkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, tanggal 7 Oktober 2024. Saudara I Ketut Oka Sari Merta adalah warga Desa Batur Tengah, yang merupakan masyarakat di sekitar kawasan TWA Panelokan.
Mendasarkan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Standar Kegiatan Usaha pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bahwa penyediaan jasa makanan dan minuman yang didukung dengan perlengkapan berupa kedai makanan atau minuman yang difasilitasi oleh UPT dan/atau pihak lain sesuai ketentuan perundanganundangan. Ketentuan tentang hal ini juga diatur dalam Pasal 51 Peraturan Menteri LHK Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pengusahaan pariwisata alam di SM,TN, TAHURA, dan TWA, diatur bahwa pemegang ijin memiliki hak: a) Pemegang perizinan berusaha penyediaan jasa wisata alam berhak mendapatkan pelayanan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; b) Menjadi anggota asosiasi pengusahaan pariwisata alam; c) Mendapatkan perlindungan hukum dalam berusaha; dan d) Memanfaatkan fasilitas pariwisata alam yang menjadi milik negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan pemahaman Saudara I Ketut Oka Sari Merta, dalam merealisasikan ijin jasa wisata alam dan menjalankan usahanya, perlu membuat bangunan yang akan digunakannya sebagai fasilitas penyediaan makanan dan minuman. Bangunan tersebut akan diserahkan kepada BKSDA Bali melalui mekanisme kerja sama hibah. Saat peninjauan lapangan oleh petugas BKSDA Bali, kondisi yang sudah terbangun sampai saat ini yaitu: bangunan restoran ukuran 10,9 x 10 Meter, toilet dan dapur ukuran 7,4 x 4,8 Meter, area taman depan 14,3 x 36 Meter, area parkir 11,7 x 38,7 Meter. BKSDA Bali mengakui bahwa dalam proses pembangunan kedai makanan dan minuman oleh saudara I Ketut Oka sari Merta di kawasan TWA Penelokan terdapat keterlambatan dalam pemenuhan aspek administrasi, khususnya terkait dukungan dan persetujuan dari masyarakat sekitar.
Menindaklanjuti hal tersebut, pada tanggal 13 – 15 Oktober 2025, Balai KSDA Bali telah mengadakan beberapa pertemuan dan konsultasi dengan para pihak dalam rangka mendapatkan bahan pertimbangan, untuk merumuskan langkah-langkah strategis penyelesaian permasalahan tersebut.
Pada tanggal 13 Oktober 2025, bertempat di KPHK Kintamani, BKSDA Bali telah melakukan klarifikasi terkait pelaksanaan kegiatan bangunan kepada Sdr. I Ketut Oka Sari Merta, S.E. Selanjutnya dilakukan pertemuan dengan Pihak Desa dan Tokoh Adat Desa Kedisan sebagai perwakilan masyarakat di lokus bangunan, guna menjelaskan kronologis terjadinya pembangunan, dan membuka ruang diskusi, serta menjaring aspirasi masyarakat sekitar.
Pada tanggal 14 Oktober 2025, BKSDA Bali berkonsultasi dengan Bapak Bupati Bangli beserta jajaran, untuk menjelaskan yang telah terjadi di TWA Panelokan yang berada di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, dan mendapatkan arahan strategis penyelesaian permasalahan tersebut. Sebagai wujud rasa tanggung jawab dan permohonan maaf secara spiritual, BKSDA Bali juga melaksanakan upacara Guru Piduka di Pura Pucak Pelisan dan di lokasi pembangunan. Upacara yang dilakukan ini dilakukan atas inisiatif Balai KSDA Bali, dimana Upacara Guru Piduka merupakan ritual persembahan dalam ajaran agama Hindu di Bali yang dilakukan untuk memohon pengampunan atas kesalahan atau karma buruk yang diyakini timbul akibat perbuatan di masa lalu.
Pada tanggal 15 Oktober 2025, melalui Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Provinsi Bali, Balai KSDA Bali mendapatkan arahan-arahan strategis terutama dalam hal pelaksanaan permasalahan konservasi sumber daya alam di Provinsi Bali.
BKSDA Bali menyampaikan permohonan maaf atas terjadinya dinamika yang timbul terkait kegiatan pembangunan tersebut. BKSDA Bali memahami bahwa hal ini telah menimbulkan kegaduhan, perhatian dan keprihatinan berbagai pihak, termasuk masyarakat dan pemerhati lingkungan. Berdasarkan pertemuan dengan beberapa stakeholder dan aspirasi yang berhasil dirangkum, serta sebagai bentuk tanggung jawab, Balai KSDA Bali akan segera mengambil langkah untuk melakukan pembongkaran terhadap bangunan yang telah terbangun di TWA Panelokan, serta diikuti dengan pemulihan ekosistem di kawasan tersebut dan sekitarnya.
Ke depannya, Balai KSDA Bali berkomitmen untuk memastikan setiap bentuk pemanfaatan kawasan konservasi berjalan secara transparan, partisipatif, dan tetap berorientasi pada kelestarian lingkungan serta kesejahteraan masyarakat sekitar. Selain itu, BKSDA Bali akan mendorong dilakukannya kajian sosial secara partisipatif dengan melibatkan masyarakat adat dan pemangku kepentingan setempat. Pelibatan masyarakat adat diharapkan dapat memperkuat nilai-nilai kearifan lokal serta memastikan bahwa setiap bentuk pemanfaatan kawasan berjalan selaras dengan budaya, dan keberlanjutan lingkungan, serta mengedepankan prinsip konservasi, asas kemanfaatan, asas keadilan, dan asas kebersamaan (kolaboratif), salah satunya adalah dengan alternatif solusi berbagi ruang usaha berbasis kelompok masyarakat.
Melalui momentum ini, BKSDA Bali juga mengajak seluruh pihak untuk bersama- sama menjaga keutuhan dan fungsi ekologis kawasan TWA Penelokan. Kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat menjadi kunci agar kawasan ini dapat terus menjadi kebanggaan serta memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan ekologis secara berkelanjutan bagi masyarakat Bangli dan Bali pada umumnya.
Kedepannya, BKSDA Bali akan lebih berhati-hati dalam memberikan pertimbangan dan persetujuan kegiatan pemanfaatan di kawasan konservasi, dengan mengedepankan prinsip transparansi dan pelibatan masyarakat sekitar. Langkah ini diambil untuk memastikan seluruh kegiatan wisata alam di TWA Panelokan berjalan sesuai prinsip kepatuhan hukum, keberlanjutan, dan kemitraan yang sehat antara pemerintah dan masyarakat.
Sekali lagi BKSDA Bali memohon maaf atas kejadian ini dan berkomitmen untuk terus berbenah dan memperbaiki pelayanan bidang konservasi kehati, dengan penuh integritas.